Tim Peneliti: Bambang Sayaka (Ketua), Dewa K.S. Swastika, Henny Mayrowani, Yonas H. Saputra
Ringkasan
Permintaan kedelai untuk kebutuhan dalam negeri hingga saat ini jauh melampaui produksi nasional. Konsekuensinya adalah volume impor kedelai yang relatif tinggi dari waktu ke waktu yang terus meningkat atau secara relatif mencapai hampir 70 persen dari kebutuhan nasional. Berbagai program untuk meningkatkan produsi kedelelai sudah dilauncurkan oleh pemerintah. Bahkan sasaran pencapaian swasembada kedelai sudah ditetapkan, tetapi karena berbagai hambatan maka sasaran tersebut belum tercapai. Dengan didahului peluncuran Program PATB (Perluasan Areal Tanam Baru) yang mencakup 20 provinsi yang menggunakan dana dari APBN-P 2017 dan Program Pengembangan Kedelai (Refocusing) dengan dana APBN 2018 yang akan dilaksanakan di 22 provinsi, pemerintah menetapkan sasaran hampir 2 juta ha luas tanam kedelai untuk mencapai swasembada pada tahun 2018. Pemerintah juga akan melakukan regulasi tataniaga meliputi regulasi harga, kadar dan pengendalian impor. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan alternatif kebijakan strategis dalam upaya mencapai swasembada kedelai. Penelitian akan dilakukan menggunakan data primer maupun sekunder di daerah produksi kedelai di Jawa maupun Luar Jawa.
Kata kunci: swasembada, kedelai, Jawa, Luar Jawa
Tim Peneliti: Saktyanu K. Dermoredjo (Ketua), Sahat M. Pasaribu, Delima H. Azahari, Eddy S. Yusuf
Ringkasan
Dideklarasikannya ASEAN di tahun 1967 merupakan rintisan awal dari kerjasama regional. Setelah diberlakukan piagam ASEAN tahun 2008, Indonesia mengesahkan Piagam ASEAN melalui Undang-Undang Nomor 38 tahun 2008 yang isinya terkait dengan pembentukan suatu komunitas ASEAN pada tahun 2015 yang didasarkan pada tiga (3) pilar, yaitu Komunitas Politik ASEAN, Komunitas Ekonomi ASEAN, dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN, selanjutnya terdapat landasan kebijakan dalam mengikuti MEA yaitu melalui INPRES 6/2014 tentang Peningkatan Daya Saing Nasional Dalam Rangka Menghadapi MEA yang isinya 14 strategi menghadapi MEA. Diantara strategi tersebut adalah pedoman khusus untuk pengembangan pertanian, yaitu: (1) Peningkatan investasi Langsung di Sektor Pertanian; dan (2) Peningkatan akses pasar. Menghadapi pasca 2015, ASEAN memiliki visi 2025, yaitu (1) Perekonomian yang terintegrasi penuh dan terpadu; (2) berdaya saing, inovatif, dan dinamis, (3) konektivitas dan kerjasama sektoral, (4) tangguh, inklusif, serta people oriented dan people-centered, dan (5) ASEAN yang mengglobal. Seiring dengan proses terbentuknya MEA 2015, telah terjadi perluasan kerjasama perdagangan antara ASEAN dengan 6 negara mitra, yaitu Tiongkok, India, Jepang, Australia, Selandia Baru dan Korea Selatan dengan menjalin kesepakatan dalam Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) tahun 2012. Tujuan utama pendirian RCEP adalah untuk memperluas dan mempererat basis kerjasama ekonomi diantara negara-negara yang terlibat, dalam bingkai pengembangan pasar bebas (free trade area) di kawasan Asia-Pasifik. Dalam konteks keberlanjutan Indonesia membutuhkan pemahaman yang baik tentang MEA dan RCEP, baik bagi pengambil maupun pengguna kebijakan sektor pertanian tentang perkembangan dan dampak kegiatan ekonomi dalam komunitas MEA dan kerjasama RCEP. Dalam kaitan inilah penelitian ini diajukan agar dapat merumuskan implikasi dan arah kebijakan pembangunan pertanian yang lebih baik dalam kerangka MEA dan RCEP. Penelitian inti bertujuan untuk (1) mengetahui perkembangan kebijakan dan implementasi MEA terkait sektor pertanian di Indonesia, ASEAN dan RCEP; (2) mengetahui perkembangan investasi dan perdagangan komoditas pertanian Indonesia dengan ASEAN dan RCEP, dan (3) menganalisis dampak investasi dan perdagangan pada MEA dan RCEP terhadap kinerja komoditas pertanian di Indonesia. Sintesis dari ketiga tujuan diatas diharapkan dapat digunakan untuk menyusun rekomendasi kebijakan sektor pertanian dalam kerangka kerja MEA dan RCEP. Alat analisis yang digunakan dalam tujuan (1) dan (2) adalah dengan pendekatan deskriptif, dan tujuan (3) dengan analisis Global Trade Analysis Project (GTAP). Tujuh komoditas terpilih sebagai sampel dalam penelitian ini untuk melihat secara mendalam terhadap kegiatan ekonomi dalam komunitas MEA dan kerjasama RCEP. Adapun ketujuh komoditas tersebut adalah Jagung, Kedelai, Cabai, Bawang Merah, Kopi, Kakao, dan Sapi. Lokasi penelitian dipilih secara purposif dan terjustifikasi di Provinsi Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan.
Tim Peneliti: Nyak Ilham (Ketua), Tahlim Sudaryanto, Julia F. Sinuraya, Frans B.M Dabukke
Ringkasan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional 2005 – 2025 yang selanjutnya adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode 20 tahun. RPJP tersebut diuraikan lebih lanjut menjadi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional, yang terdiri dari RPJM Nasional I Tahun 2005–2009, RPJM Nasional II Tahun 2010–2014, RPJM Nasional III Tahun 2015–2019, dan RPJM Nasional IV Tahun 2020–2024. Permasalahannya adalah, pergantian pemerintahan pada periode 20 tahun itu, memungkinkan dijumpai suatu perubahan atau diskontuintas program pembangunan sehingga keluar dari rencana utama (grand design) yang telah digariskan dalam RPJP. Hal ini dapat terjadi disebabkan, antara lain: (1) visi dan misi tiap periode pemerintahan berbeda atau kurang sesuai dengan RPJP yang ada; (2) pemerintahan yang baru kurang memperhatikan apa yang sudah dilakukan pemerintahan sebelumnya; dan (3) Cakrawala waktu (time horizon) target pembangunan relatif bersifat jangka pendek. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan rekomendasi perbaikan untuk percepatan pelaksanaan program strategis Kementerian Pertanian 2019 untuk pencapaian tujuan pembangunan pertanian 2015-2019 dan merumuskan prioritas program strategis Kementerian Pertanian 2020-2024. Secara terperinci tujuan penelitian ini adalah: (1) Mereview keterkaitan rencana strategis Kementerian Pertanian 2015-2019 dengan rencana strategis, program dan kegiatan tahunan lingkup Kementerian Pertanian; (2) Mengkaji dukungan Kementerian/Lembaga lain dalam pembangunan pertanian; (3) Mengevaluasi kinerja output dan outcome dari program strategis Kementerian Pertanian serta faktor pendorong dan penghambat; dan (4) Mengevaluasi dampak dan pencapaian target tujuan dan sasaran strategis Kementerian Pertanian. Penelitian ini akan dilakukan pada empat provinsi sentra produksi, yaitu: Jawa Barat, Sumatera Utara, Jawa Timur, dan Sulawesi Utara. Responden yang direncanakan akan digunakan dalam penelitian adalah pejabat/petugas terkait di bidang pertanian dan instnasi terkait secara umum di tingkat pusat, provinsi, kabupaten, dan pengurus kelompok tani di lapangan. Analisis data menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif.
Kata kunci: perencanaan, kinerja, pembangunan, pertanian
Tim Peneliti: Herlina Tarigan (Ketua), Bambang Irawan, Tri Pranadji, Syahyuti, Rizma Aldilah, Anny Mulyani, Ismatul Hakim
Ringkasan
Salah satu kendala pencapaian keberhasilan pertanian adalah keterbatasan lahan yang sesuai untuk tanaman pangan. Perluasan lahan pertanian merupakan cara utama untuk mendukung pencapaian swasembada pangan. Peluang dan informasi tentang sumber-sumber perluasan lahan menjadi langkah awal upaya kearah itu. Pemerintah melalui strategi reforma agraria melakukan legalisasi dan distribusi tanah seluas 9 juta ha yang disebut sebagai tanah objek reforma agraria (TORA) bagi petani dan masyarakat miskin. Guna melihat seberapa besar lahan ini berpotensi dimanfaatkan menjadi lahan pertanian yang berfungsi memperluas lahan pertanian tanaman pangan sekaligus mendukung pencapaian swasembada pangan, diperlukan data dan informasi terkait distribusi lahan pertanian, distribusi lahan TORA dan potensi pemanfaatan lahan, perluasan pangan dan model pengembangan serta faktor-faktor penghambat pelaksanaan. Pada intinya, penelitian ini berupaya mencari strategi mengoptimalkan pemanfaatan lahan TORA untuk mendukung swasembada pangan.
Kata kunci: lahan pertanian, TORA, swasembada pangan, reforma agraria
Tim Peneliti: Sumaryanto (Ketua), Rudy Sunarja Rivai, Muhammad Suryadi, Deri Hidayat
Ringkasan
Dalam dua tahun terakhir ini Pemerintah memberikan perhatian yang sangat besar dalam pengembangan infrastruktur air untuk pertanian lahan kering. Hal ini tercermin dari besarnya anggaran yang dialokasikan melalui Kementerian Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat maupun dari Kementerian Pertanian.
Fokus dari pengembangan infrastruktur tersebut adalah untuk mendukung peningkatan produksi pertanian, terutama tanaman pangan. Namun dalam konteks yang lebih luas tidaklah terbatas pada komoditas pangan tetapi juga komoditas pertanian lainnya. Sasaran akhir adalah dalam rangka peningkatan pendapatan dan ketahanan pangan rumah tangga petani penerima manfaat serta masyarakat perdesaan yang bersangkutan. Dalam konteks nasional, pencapaian sasaran tersebut diharapkan ikut berkontribusi dalam peningkatan ketahanan pangan nasional dan pemerataan pendapatan.
Keberadaan infrastruktur fisik tidak menjamin bahwa manfaatnya sesuai dengan yang diharapkan. Manfaat ekonominya ditentukan oleh sinergi kelayakan teknis, finansial, dan sosial-kelembagaan pada suatu level yang lebih unggul dari kondisi sebelum atau tanpa keberadaan infrastruktur. Mengacu pada situasi dan kondisi empiris selama ini, kebijakan yang kondusif bagi terciptanya situasi dan kondisi pencapaian tingkat kelayakan tersebut sangat diperlukan.
Perumusan kebijakan membutuhkan masukan berupa data dan informasi dari kajian empiris. Hal itu merupakan konsekuensi logis dari orientasi untuk menjamin efektivitas implementasinya yang berarti harus memperhatikan dengan seksama kompleksitas permasalahan di lapangan yang beragam dan dinamis. Penelitian ini ditujukan untuk dapat berkontribusi dalam memberikan masukan dalam perumusan kebijakan tersebut. Untuk itu tujuan penelitian ini adalah: (1) Menganalisis tingkat ketahanan pangan rumah tangga perdesaan pada kabupaten yang pertaniannya dominan pertanian lahan kering, (2) enganalisis permasalahan yang dihadapi petani dalam peningkatan manfaat ekonomi infrastruktur air untuk pertanian lahan kering, (3) Mengkaji viabilitas ekonomi infrastruktur air untuk pertanian lahan kering serta faktor-faktor yang mempengaruhi, dan (4) Merumuskan strategi kebijakan dan program peningkatan manfaat infrastruktur air untuk pertanian lahan kering dalam rangka mendukung ketahanan pangan.
Penelitian akan dilakukan di wilayah pertanian lahan kering beriklim kering maupun bukan beriklim kering. Provinsi lokasi penelitian adalah Banten, Jawa Timur, D.I. Jogyakarta, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Cakupan jenis infrastrukturnya disesuaikan dengan prioritas permasalahan pada masing-masing lokasi penelitian.
Tim Peneliti: Iwan S. Anugrah (Ketua), Hermanto, Erma Suryani, Sri Wahyuni, Juni Hestina
Ringkasan
NAWA CITA atau agenda prioritas Kabinet Kerja mengarahkan pembangunan pertanian ke depan untuk mewujudkan kedaulatan pangan, agar Indonesia sebagai bangsa dapat mengatur dan memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya secara berdaulat. Kedaulatan pangan diterjemahkan dalam bentuk kemampuan bangsa dalam hal: (1) mencukupi kebutuhan pangan dari produksi dalam negeri; (2) mengatur kebijakan pangan secara mandiri; serta (3) melindungi dan menyejahterakan petani sebagai pelaku utama usaha pertanian pangan. Dengan kata lain, kedaulatan pangan harus dimulai dari swasembada pangan yang secara bertahap diikuti dengan peningkatan nilai tambah usaha pertanian secara luas untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Salah satu indikator yang dapat mendorong tercapainya kesejahteraan petani, adalah dengan meningkatkan pendapatan para petani dari kegiatan usaha pertanian yang selama ini menjadi mata pencahariannya.
Namun demikian, para petani juga masih dihadapkan pada fluktuasi harga produk komoditas yang dihasilkannya. Harga komoditas pertanian khususnya pangan yang selalu berfluktuasi dapat merugikan petani sebagai produsen, pengolah pangan, pedagang hingga konsumen dan berpotensi menimbulkan keresahan sosial. Fluktuasi pasokan dan harga pangan yang tidak menentu, tidak hanya akan menimbulkan keresahan sosial, tetapi juga akan mempengaruhi pengendalian inflasi. Sebagaimana dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), kenaikan harga bahan pangan digolongkan sebagai komponen inflasi bergejolak (volatile foods), karena sifatnya yang mudah dipengaruhi oleh masa panen, gangguan alam, harga komoditas bahan pangan domestik dan internasional. Oleh karena itu, hampir semua negara melakukan intervensi kebijakan untuk menjaga stabilitas harga pangan pokok dan strategis. Harga dan pasokan pangan merupakan indikator-indikator strategis yang saling terkait dan sering digunakan untuk mengetahui: (a) status distribusi pangan, (b) permasalahan yang disebabkan oleh rantai distribusi pangan pokok yang tidak efisien mulai dari tingkat produsen sampai konsumen, dan (c) ketidakcukupan pasokan pangan di suatu wilayah.
Upaya pemerintah mengendalikan harga-harga pangan, dilakukan oleh Kementerian Pertanian dengan memotong rantai pasok (supply chain) pangan yang semula 7-8 pihak menjadi hanya 3-4 pihak. Diharapkan dengan berkurangnya pihak-pihak terkait dalam rantai pasok, harga pangan dapat turun. Salahsatu bentuk implementasi ke arah itu, Kementerian Pertanian telah melakukan gebrakan dengan meresmikan ratusan Toko Tani Indonesia (TTI) di berbagai wilayah di Indonesia. TTI pada dasarnya merupakan bagian dari model Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat (PUPM). TTI (Toko Tani Indonesia) dibentuk dalam rangka menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan pokok strategis, rantai distribusi pemasaran yang terintegrasi agar lebih efisien, harga konsumen dapat ditransmisikan dengan baik kepada harga petani (produsen), informasi pasar antar wilayah berjalan dengan baik, mencegah terjadinya Patron-Client (pemasukan pangan ke pasar suatu wilayah hanya boleh dipasok oleh pelaku usaha tertentu), dan mencegah penyalahgunaan market power oleh pelaku usaha tertentu.
Kegiatan PUPM secara tidak langsung berperan dalam mengatasi anjloknya harga pada masa panen raya dan tingginya harga pada saat paceklik dan menjadi instrumen yang dibuat Pemerintah untuk menahan gejolak harga dalam situasi tertentu, merupakan mekanisme yang berkelanjutan baik pada saat situasi suplai melimpah dan kurang atau sebagai stabilisator, dalam menjaga pasokan pangan pemerintah bersama masyarakat. Kegiatan PUPM telah mulai dilaksanakan sejak tahun 2016 di 32 (tiga puluh dua) provinsi. Pada Tahun 2017 kegiatan dikembangkan dengan beberapa penyempurnaan konsep dan teknis pelaksanaan sesuai dengan perkembangan dan permasalahan yang dihadapi selama melaksanakan kegiatan PUPM tahun 2016 baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
Keberlajutan PUPM diharapkan dapat terus dilakukan dan berkembang dengan dibentuknya Toko Tani Indonesia (TTI) yang dikembangkan kemudian pada tahun 2017 di tujuh Provinsi di Indonesia, terutama untuk pemenuhan kebutuhan pangan pokok (beras, cabai merah dan bawang merah) di wilayah TTI/TTIC Jabodetabek. TTI merupakan salah satu usaha pemerintah untuk memotong rantai pasok pangan, termasuk kebutuhan pangan pokok dan strategis yang masih panjang dan upaya untuk menurunkan harga. Konsep utama Toko Tani Indonesia adalah menjamin harga pembelian dengan mempertimbangkan keuntungan petani yang wajar dan harga eceran terjangkau di masyarakat. TTI merupakan bagian dari upaya membenahi struktur dan rantai pasok pangan di Indonesia. Melalui pendekatan tersebut, rantai pasok dipangkas hanya menjadi tiga tahap sehingga diharapkan akan mampu membentuk struktur pasar yang baru. Toko Tani Indonesia (TTI) melakukan perubahan struktur pasar baru, dengan tetap menjaga keseimbangan antara produsen, pedagang, dan konsumen.
Pada sistem awal, sebuah produk pangan harus melewati 8 step untuk menuju konsumen. Mulai dari petani penggilingan (importir) distributor sub distributor agen sub agen pedagang grosir pedagang eceran konsumen akhir. Panjangnya rantai pasok pangan dinilai sebagai salah satu hal yang menyebabkan harga pangan menjadi mahal. Struktur baru yang ditawarkan oleh Kementerian Pertanian adalah membuat petani menyalurkan produk ke Gapoktan Toko Tani Indonesia (TTI) dan langsung konsumen akhir. Diharapkan dengan sistem ini harga pangan menjadi murah dan produsen dapat tetap memperoleh keuntungan yang wajar. Kementerian Pertanian juga menggandeng pedagang untuk berpartisipasi mengoperasikan TTI.
Kementerian Pertanian memiliki target yang optimis dengan membuka 4.000 Toko Tani Indonesia (TTI) hingga tahun 2017 mendatang. Per Juni 2016, sudah dioperasikan 733 TTI yang tersebar di 33 provinsi diseluruh Indonesia. Secara umum, masyarakat memberikan respon positif terhadap keberadaan Toko Tani Indonesia. Namun demikian, Kementerian Pertanian juga tetap harus memperhatikan aspirasi dari importir, distributor dan agen. Usaha pemerintah melalui kegiatan Kementerian Pertanian ini, diharapkan dapat berdampak positif bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Melalui pendekatan tersebut, model penerapan rantai pasok telah menjadi tiga tahap sehingga diharapkan akan mampu membentuk struktur pasar yang baru. Namun demikian perlu dilakukan kajian yang komprehensif untuk mendapatkan informasi tentang bagaimana cara kerja TTI? Apa keuntungan masyarakat Indonesia dengan adanya Toko Tani Indonesia?. Melalui kajian dan informasi tentang aspek dasar yang terkait perencanaan, konsep dan implementasi maupun sistem yang dijalankan dalam mekanisme atau pelaksanaan model TTI tersebut, diharapkan menjadi bahan informasi yang lebih komprehensif, tentang bagaimana konsep dan implementasi serta kinerja TTI selama ini.
Dalam rangka mencapai tujuan penelitian ini, maka salahsatu langkah yang dapat dilakukan, adalah melalui pendekatan sistem rantai pasok komoditas dari hulu ke hilir, dengan fokus penelitian, pada peran TTI dalam pengendalian pasokan harga pangan pokok dan strategis. Peran serta TTI dalam pengendalian pasokan dan harga pangan pokok dan strategis tersebut dinilai dengan kaidah-kaidah efisiensi (ekonomi dan financial) dan kaidah efektifitas pelaksanaan kegiatan, dampaknya terhadap stabilitas pasokan dan harga pangan pokok dan strategis dimaksud.
Kata Kunci: Rantai Pasok, fluktuasi harga, Toko Tani Indonesia dan kesejahteraan petani
Tim Peneliti: kurnia S. Indraningsih, Agus Pakpahan, Rita N. Suhaeti, Wahyuning K. Sejati
Tujuan
Tujuan umum dari penelitian ini adalah merumuskan rekomendasi kebijakan strategi pemanfaatan sumber kapital desa dalam peningkatan produksi pertanian dan pendapatan petani. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
- Menganalisis regulasi yang terkait dengan pemanfaatan dana desa, mekanisme penyaluran dana desa, dan aturan kelembagaan.
- Menganalisis alokasi dana desa di tingkat desa, organisasi yang memanfaatkan, dan bentuk organisasi berdasarkan tipologi desa.
- Menganalisis pemanfaatan/keefektifan dana desa (sudah optimal atau belum).
Keluaran yang Diharapkan
Keluaran umum dari penelitian ini adalah rekomendasi kebijakan strategi optimalisasi pemanfaatan sumber kapital desa dalam peningkatan produksi pertanian dan pendapatan petani. Keluaran khusus dari penelitian ini adalah:
- Hasil analisis regulasi yang terkait dengan pemanfaatan dana desa, mekanisme penyaluran dana desa, dan aturan kelembagaan.
- Hasil analisis alokasi dana desa di tingkat desa, organisasi yang memanfaatkan, dan bentuk organisasi berdasarkan tipologi desa.
- Hasil analisis pemanfaatan/keefektifan dana desa (sudah optimal atau belum).
Tim Peneliti: Sri Hery Susilowati (Ketua), Handewi P. Saliem, Ening Ariningsih, Roosganda Elizabeth, Cut Rabiatul Adawiyah
Ringkasan
Mengacu data BPS perhitungan keseimbangan produksi dan konsumsi beras, surplus beras telah diperoleh tahun sejak 2010 sekitar 3,9 juta ton dan surplus tersebut meningkat pada tahun 2016 yang diperkirakan mencapai sekitar 10,22 juta ton. Demikian pula untuk jagung, pada tahun 2017 diperkirakan akan terjadi surplus jagung nasional sebesar 5,32 juta ton. Surplus jagung diramalkan akan semakin meningkat pada tahun 2018 sampai 2020 karena laju kebutuhan jagung untuk pakan lebih rendah dari laju peningkatan produksi. Terlepas dari masalah akurasi data surplus nasional, paling tidak surplus beras secara empiris telah terjadi pada saat musim panen raya, dimana produksi lebih besar daripada kebutuhan konsumsi sehingga seringkali mengakibatkan harga gabah turun di bawah HPP yang berakibat terhadap penurunan pendapatan petani. Oleh karenanya perlu dilakukan strategi antisipatif pengelolaan surplus beras dan jagung sehingga surplus tersebut akan mendatangkan sebesar-besarnya manfaat baik bagi pemerintah, masyarakat luas, dan terutama untuk peningkatan kesejahteraan petani. Tujuan penelitian adalah: (1) Menganalisis keragaan keseimbangan produksi dan konsumsi beras dan jagung tingkat nasional dan provinsi terpilih, (2) Menganalisis kinerja pengelolaan surplus produksi padi dan jagung di sentra produksi padi dan jagung, (3) Menetapkan beberapa alternative kebijakan/program antisipatif pengelolaan surplus produksi padi dan jagung. Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data primer dan data sekunder. Data Primer dikumpulkan melalui wawancara pada berbagai responden pengelola cadangan pangan di tingkat pusat dan daerah, kelompok tani, petani, pedagang, asosiasi pengusaha pakan ternak, importir jagung, eksportir beras organic dan premium. Data sekunder berupa dokumen yang terkait dengan substansi penelitian yang dikumpulkan dari berbagai instansi terkait (termasuk juga dari media elektronik). Data dan informasi yang diperoleh dianalisis dengan pendekatan deskriptif eksplanatif dan Analysis Hierrarchi Process (AHP)
Tim Peneliti: Hermanto (Ketua), Pantjar Simatupang, Prajogo U. Hadi, Valeriana Darwis, Bambang Prasetyo, Mohamad Maulana
Tujuan
Secara umum tujuan kajian ini adalah memproyeksi permintaan dan penawaran komoditas pangan 2045. Secara spesifik tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
- Memproyeksikan kuantitas permintaan dan penawaran komoditas pangan 2018-2045.
- Mengevaluasi status dan prospek pencapaian neraca permintaan dan penawaran pangan utama hingga 2045.
- Menyusun rekomendasi kebijakan jangka panjang mewujudkan Indonesia lumbung pangan dunia pada 2045.
Keluaran yang Diharapkan
- Proyeksikan kuantitas permintaan dan penawaran komoditas pangan 2018-2045.
- Status dan prospek pencapaian neraca permintaan dan penawaran pangan utama hingga 2045.
- Rumusan rekomendasi kebijakan jangka panjang mewujudkan Indonesia lumbung pangan dunia pada 2045
Tim Peneliti: Saptana (Ketua),Tri B. Purwantini, Sunarsih, Chaerul Muslim, Herman Supriadi
Tujuan
Secara umum tujuan penelitian adalah untuk menghasilkan rekomendasi kebijakan yang diperlukan untuk pembangunan perdesaan pada agroekosistem lahan kering berbasis komoditas perkebunan berdasarkan dinamika kondisi sosial ekonomi rumah tangga perdesaan dan beberapa indikator pembangunan pertanian pada kurun waktu 2009-2012 dan 2018. Secara spesifik tujuan penelitian adalah menganalisis dinamika kondisi sosial ekonomi rumah tangga perdesaan di agroekosistem lahan kering berbasis komoditas perkebunan pada kurun waktu 2009-2012-2018, yang secara terinci sebagai berikut:
- Menganalisis dinamika struktur dan distribusi penguasaan lahan rumah tangga
- Menganalisis dinamika struktur tenaga kerja dan kesempatan kerja rumah tangga
- Menganalisis tingkat penerapan teknologi dan profitabilitas usaha tani
- Menganalisis dinamika struktur dan distribusi pendapatan rumah tangga
- Menganalisis dinamika struktur pengeluaran dan konsumsi rumah tangga petani
- Menganalisis nilai tukar pendapatan rumah tangga petani
- Menganalisis tingkat kemiskinan rumah tangga
- Menganalisis kelembagaan pertanian di perdesaan.
Keluaran yang Diharapkan
Secara umum keluaran yang diharapkan adalah rekomendasi kebijakan pembangunan ekonomi perdesaan yang lebih sesuai dengan karakteristik sosial ekonomi rumah tangga petani di agroekosistem lahan kering berbasis komoditas perkebunan. Rekomendasi kebijakan tersebut diharapkan dapat mendorong peningkatan produksi dan pendapatan rumah tangga petani komoditas unggulan perkebunan dan masyarakat perdesaan. Secara rinci keluaran yang diharapkan adalah:
- Hasil analisis dinamika struktur dan distribusi penguasaan lahan rumah tangga
- Hasil analisis dinamika struktur tenaga kerja dan kesempatan kerja rumah tangga
- Hasil analisis tingkat penerapan teknologi dan profitabilitas usaha tani
- Hasil analisis dinamika struktur dan distribusi pendapatan rumah tangga
- Hasil analisis dinamika struktur pengeluaran dan konsumsi rumah tangga petani
- Hasil analisis nilai tukar pendapatan rumah tangga petani
- Hasil analisis tingkat kemiskinan rumah tangga
- Hasil analisis kelembagaan pertanian di perdesaan
Tim Peneliti: Sri Nuryanti (Ketua), Erwidodo, Reni Kustiari, Mewa Ariani
Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang paling mendasar, yaitu mengidentifikasi dan menganalisis potensi dampak perubahan lingkungan strategis global terhadap kinerja perdagangan komoditas pertanian.
Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk menjawab tujuan khusus, yaitu:
- Menganalisis kinerja perdagangan internasional produk pertanian dalam intra-ASEAN dan extra-ASEAN.
- Menganalisis kinerja investasi di sektor pertanian dalam intra-ASEAN dan extra-ASEAN.
- Menganalisis potensi dampak perubahan lingkungan strategis global terhadap kinerja perdagangan.
- Menyusun rekomendasi kebijakan peningkatan ekspor produk pertanian.
Keluaran yang Diharapkan
Penelitian ini diharapkan menghasilkan Rekomendasi Kebijakan Antisipatif Dampak Potensi Perubahan Lingkungan Strategis Global dalam Peningkatan Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian.
Tim Peneliti: Adang Agustian (Ketua), Achmad Suryana, Supena Friyatno, Bambang Winarso
Ringkasan
Benih merupakan faktor produksi utama dan sangat menentukan dalam peningkatan produktivitas usahatani tanaman pangan. Dalam konteks itu, pemerintah terus mendorong penggunaan benih yang efisien melalui kebijakan yang mencakup: aspek teknis, penyediaan dan distribusi maupun harga melalui subsidi (hingga tahun 2017) dan bantuan benih. Untuk menjamin ketersediaan dan kelancaraan distribusi benih bantuan dan bersubsidi, pemerintah senantiasa menyempurnakan proses penyalurannya kepada petani. Karena itu, pemerintah mengupayakan dengan berbagai cara agar benih tersedia bagi petani sesuai prinsip tersebut antara lain melalui: penyaluran benih bersubsidi (hingga tahun 2017), bantuan benih secara gratis melalui berbagai program ke petani, dan cadangan benih nasional. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Melakukan stock-take (inventarisasi) serta menganalisis kebijakan perbenihan padi dan jagung, terutama 10 tahun terakhir; (2) Menganalisis efektivitas implementasi skema kebijakan perbenihan padi dan jagung, dalam mencapai sasaran penyediaan benih di tingkat usahatani secara tepat; (3) Menganalisis pengaruh dampak penggunaan benih unggul terhadap peningkatan produktivitas padi dan jagung; dan (4) Merumuskan alternatif saran kebijakan perbenihan padi dan jagung yang dapat secara efektif dan efisien menyediakan benih Padi dan Jagung di tingkat usahatani secara tepat. Penelitian akan dilakukan di wilayah sentra produksi pangan utama serta merupakan wilayah penerima program peningkatan produksi tanaman pangan dan juga terdapatnya Desa Mandiri Benih, yaitu akan dilakukan di 4 (empat) provinsi: Jawa Barat, Jawa Tengah, Lampung dan Sulawesi Selatan. Data yang dikumpulkan mencakup data primer dan sekunder. Analsisis data yang akan dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif.
Kata Kunci: Kebijakan perbenihan, subsidi benih, bantuan benih, padi, jagung